Namun ada satu hal yang membuat rasa lelah dan ngantuk seperti tak terpikirkan di bulan Ramadhan ini. Idul Fitri tinggal hitungan 16 hari (bener ga?) dan itu sangat disenangi oleh para pekerja (baik muslim maupun tidak). Apa pasal? THR jawabannya. Tunjangan Hari Raya yang jumlahnya minimal sebulan gaji penuh.
Ooops, paragraf di atas tak bermaksud berjingkrak di atas kesulitan para pengganggur dan masyarakat yang masih berada di bawah taraf kecukupan. Atau kepada mereka yang bironya mengalami kesulitan keuangan sehingga tak bisa mengeluarkan THR tepat waktu. Mohon maaf.
Pemerintah sejak bertahun-tahun lalu selalu mengumumkan bahwa THR harus sudah dibagikan kepada karyawan seminggu sebelum hari raya. Tapi itu hanya peraturan atau himbauan semata. Prakteknya tidak demikian.
Di kantor saya, THR biasa dibagikan sehari sebelum cuti bersama. Agar tidak boros dan digunakan untuk yang tidak-tidak, maka saya terbiasa memasukkannya ke rekening. Nah, kalau dekat dengan hari raya, operasional bank biasanya sudah berhenti. Kalaupun masih buka, hanya untuk layanan kliring antar bank. Ini berarti masalah.
Kecenderungan orang memang mudah boros jika memegang uang dalam jumlah lebih banyak dari biasanya. Apalagi jika mereka bersifat impulse buying. Membeli tanpa perencanaan sebelumnya.
Lalu bagaimana caranya supaya tidak terjadi masalah. Saya hanya punya dua pilihan solusi dan menurut pikiran konyol saya, itu yang terbaik. Tapi ini hanya berlaku di luar situasi darurat.
- Pertama, jika menerima uang di saat operasional bank sudah tutup. Saya biasa memutuskan untuk tidak mengambilnya. Biarkan saja dulu di bagian keuangan. Apalagi jika sedang tak punya kebutuhan mendesak.
- Kedua, pinjam sejumlah dana yang sama kepada orang dekat jauh sebelum saya menerima THR. Bisa saudara atau kerabat karib. Uang pinjaman itu kemudian dimasukkan ke rekening. Nanti setelah menerima THR, tutup lubang itu.