Secara garis besar, saya setuju adanya pelarangan walau pesimis. Tapi seharusnya bukan hanya di sektor hiburan, tapi juga industri yang lain. Di Indonesia, sudah lama dan banyak terjadi anak-anak di bawah usia kerja yang justru banting tulang mencari penghasilan. Alasannya bisa jadi sangat klasik, kesulitan ekonomi.
Di televisi kita, banyak sekali anak-anak kecil yang tampil. Sebut saja nama-nama yang kini sudah dewasa seperti Agnes Monica atau Joshua.
Kembali ke usulan perda, sejumlah artis dan orangtuanya sudah menyatakan protes. Misalnya Dhea Imut. Dia bilang percuma ada pelajaran kesenian di sekolah, kalau anak sekolah tak boleh main sinetron, nyanyi atau sejenisnya. Sebuah pernyataan balik yang lucu menurut saya.
Jika untuk menunjukkan ekspresi berkesenian, tak selalu harus di sinetron atau musik (industri). Jika tertarik seni peran, masih ada sanggar atau teater. Kalau berminat menyanyi, ya menyanyi saja di pesta sekolah atau panggung Agustusan.
Yang dimaksud dalam pelarangan ini adalah yang bentuknya berkala. Sinetron yang disiarkan setiap hari, jadwal shooting-nya pun demikian (kejar tayang). Ada tetangga saya yang masih remaja juga sudah jadi artis sinetron dan dalam seminggu, dia hanya masuk sekolah maksimal dua-tiga kali!!
Buruknya anak-anak yang tampil di sinetron hampir setiap hari, mengandung dua hal. Pertama, secara usia dan mental belum waktunya untuk bekerja meski di dunia seni. Kedua, dia menyerobot porsi orang yang lebih dewasa dan lebih pantas bekerja. Kadangkala, penghasilan si anak bekerja justru lebih banyak dinikmati orang tuanya.
Bagaimana dengan peran anak-anak di sebuah film. Sinetron berseri memang menghasilkan dilema. Jika tema sebuah keluarga harus menghadirkan anak-anak akan sangat repot jadinya. Di Hollywood pun ada porsi untuk anak-anak, tapi sifatnya insidensial. Salah satu contoh penggunaan anak-anak adalah di film layar lebar Hollywood, misalnya si bintang baru yang kini sudah dewasa, Lindsay Lohan. Tapi sekali lagi, jumlahnya tak menjamur seperti di sini. Atau dengan kata lain, tak terlihat ada kesan eksploitasi.
Namun untuk si artis muda dan orang tuanya juga mungkin tak perlu kebakaran jenggot pula. Berharap saja, perda ini akan jadi macan ompong. Seperti halnya perda larangan merokok yang tak berjalan sebagaimana mestinya. Konon, pembuatan perda hanya dijadikan modus untuk cari duit, urusan pelaksanaannya berhasil atau tidak, itu urusan belakangan.