Tidak tahu kenapa begitu pas di saat mereka menulis soal itu, saya malah mengalami. Ketika sedang memanasi mesin motor di depan garasi, sesaat sebelum berangkat ke kantor tadi malam, datang seorang pedagang sendal keliling. Tak ada yang istimewa saat dia menghampiri saya, kecuali ketika dia mulai membuka suara.
"Mau beli sendal bos? Murah kok."
"Oh, tidak mas, terima kasih," jawab saya dengan nada flat.
"Dari tadi belum laku-laku, susah banget jualan. Sampai sekarang saya belum makan...," lanjutnya.
Perkataan terakhir dari sang pedagang, tidak saya jawab. Namun di kepala saya langsung muncul sejumlah pikiran begitu dia mengoceh sambil menyebut asma Allah, memberi doa kepada saya, memberkati saya, dan sejenisnya yang tak terlalu saya amati dengan cermat.
Perkataan "belum makan" dan asma Allah yang muncul dari mulutnya, terus terang mengejutkan saya. Maklum, waktu itu jam 7 malam. Tak heran begitu dagangan sendalnya tidak saya beli, dia meminta sedikit uang untuk makan.
Saya tak mau banyak bicara, keluarkan uang dan langsung memberinya. Saya tak mau menggubris dan berpikir jelek bahwa saat dia menghampiri saya, sekilas langkahnya dibuat susah, termasuk kemudian wajahnya dibuat semelas mungkin. Nyuwun pangapunten, Gusti.
Guru spirituil saya di Malang dulu pernah berujar bahwa kewajiban kita hanyalah memberi kepada mereka yang kekurangan, fakir, dan sebagainya. Tak perlu menggunakan dalih apapun saat akan memberi. Lagipula, orang yang datang kepada kita untuk memohon bantuan konon tidak datang dengan sendirinya. Mereka datang karena dituntun oleh Sang Kuasa.
Beberapa praktek seperti itu sering saya alami. Saat ada pengamen di rumah tetangga, saya biasanya sudah menyiapkan uang jika giliran rumah saya yang dihampiri. Tetapi pengamen itu justru melewati rumah. Tetapi kalau tidak bersiap diri, mereka justru datang seperti menguji apakah kita siap atau tidak.
Sejauh kehidupan ini masih ada, kekurangan dan kemiskinan akan terus ada. Hukum keseimbangan akan berlaku. Yang berkecukupan dan berlebihan tak ada ruginya untuk memberi kepada mereka yang berkekurangan. Mereka hanya miskin harta, tetapi kita diingatkan untuk tidak miskin hati dan kasih sayang apabila sudah kaya benda.
Namun, memberi dari situasi yang berkekurangan adalah yang paling bermakna. Apabila tidak bisa memberi benda, ada sebuah pemberian yang paling bernilai dan itu adalah doa. Sungguh malang jika doa pun sangat sulit kita berikan.
Semoga kita bisa terus memberi, baik natura maupun spirituil.