Kala buku "Da Vinci Code" beredar tahun 2003, dunia sudah sempat geger karena muatan isinya yang cukup kontroversial. Tetapi kegegeran makin besar saat filmnya muncul di pasaran. Kehidupan beragama (minimal) umat Kristen mulai bergejolak.
Di sejumlah negara Eropa dan Vatican, film itu sudah menemui larangan tayang. Di Korea, umat Kristen juga sudah bergolak dan melakukan protes agar film itu dilarang. Hal yang mirip juga terjadi di India. Negeri ini bahkan lebih tegas karena sebagian umat muslim juga ikut membantu saudaranya dari golongan Kristen.
Di Indonesia, mungkin karena jumlah penganut yang masuk dalam ruang minoritas, gejolaknya jadi tak kelihatan. Tapi mungkin juga tak terlalu beriak karena gereja-gereja pun menyikapinya dengan berhati-hati dan tenang. Gereja saya di Kebayoran Baru justru melakukan "nonton bareng" film itu (tapi saya tak berniat ikut, karena bentrok dengan jam kerja) dengan topik "Fakta atau Fiksi".
Namun, apakah memang benar bahwa setelah mengonsumsi buku atau film itu, kekuatan iman seseorang akan goyah atau justru semakin tebal. Seperti halnya sebuah LSM Kristen yang harus menulis tentang tema itu karena seseorang meminta pencerahan akibat imannya kini goyah setelah menonton film. itu.
Saya sendiri tak banyak berpengaruh dengan hal itu. Sewaktu membaca buku itu dua tahun yang lalu, saya cuma gamang sesaat. Pertanyaan wajar "apa benar begitu", "mana yang benar", sempat terlintas. Tapi pada dasarnya kadar iman saya (mungkin) tak mudah goyah karena hal-hal seperti itu. Peristiwa penampakan, misalnya, yang menyerupai sosok Yesus di sebuah tempat, tetap tak akan mengubah ketebalan iman saya. Ada penampakan, film atau buku atau tidak ada sama sekali, toh (semoga) iman saya tak akan pudar.
Tentu itu bukan masalah fanatisme sempit atau buta, tetapi lebih meyakini yang selama ini dipelajari (melalui Alkitab). Kebenaran merupakan hal yang mutlak ketika berbicara mengenai ajaran agama dan kebenaran selalu mendapat tempat di mata Tuhan dan ditakdirkan berdiri sendiri. Meski kemudian kebenaran yang diklaim tak berarti bebas digunakan untuk menghujat pihak lain yang berbeda baju.
Misalnya saja seperti kasus "Eden" atau ajaran "Ahmadiyah" yang banyak ditentang. Jika mereka benar, mungkin akan semakin besar jemaatnya meski dalam proses menuju ke sana banyak menemui rintangan. Tetapi ajaran "baku" mengenai agama resmi telah terpatri di benak manusia, sehingga ajaran yang terlihat menyimpang akan sulit diterima.
"Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa." - Ibrani 12:3