Ironis memang. Bagaimana mungkin seorang warga negara Indonesia dilarang masuk ke Jakarta, jika tak punya kartu penduduk wilayah Jakarta. Bukankah Jakarta adalah anggota wilayah Indonesia dan kebetulan berstatus ibukota. Logikanya, setiap warga negara bebas bepergian ke daerah manapun sejauh masih berada di dalam negara itu sendiri. Kalau dilarang, apa gunanya Kartu Tanda Penduduk?
Setiap orang tentu tak ingin pergi dari kampung halaman, kota asli, daerah kelahirannya, jika masih bisa hidup dengan normal dan layak. Namun bila rumput tetangga lebih hijau dan menjanjikan, tentu dia lebih suka untuk berada di sana.
Tentu saja pembatasan orang (baru) untuk masuk ke Jakarta bisa disebut sebagai salah satu akibat dan ekses tak meratanya pembangunan. Jangan salahkan mereka yang datang ke Jakarta jika daerah ini lebih dan paling maju di Indonesia. Di mana ada gula, di situ semut hadir.
Jangan usir mereka yang datang dari kampung apabila daerah asli mereka tak lagi bisa memberikan penghidupan yang layak. Seperti seorang gadis muda dari daerah Jawa Barat yang datang ke Jakarta untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. "Soalnya di kampung, menggembala kambing seharian hanya diberi upah Rp 1000," katanya seperti dikutip koran Kompas beberapa hari lalu.
Dan lebih parah lagi, operasi yustisi hanya dilakukan setengah hati. Selalu orang kecil yang dirazia. Banyak juga orang kaya yang tidak punya KTP Jakarta tetapi sudah tinggal bertahun-tahun di sini.
Bagaimana jika dibalik? Orang ber-KTP Jakarta dilarang untuk masuk ke kota lain jika tak punya KTP daerah bersangkutan. Orang yang kepingin mudik, tak boleh masuk meskipun hanya ingin bertemu keluarga besarnya.
Pasti seru kalau demikian. Ini memang sebuah potret lain Indonesiana kita.