Pertandingan sepakbola di Eropa sana tak kenal lebaran. Hari Natal lebih sehari pun orang Inggris masih berbondong-bondong ke stadion. Karena itu bidang pekerjaan saya dan kebetulan tidak merayakan hari Idul Fitri, maka saya masuk kerja. Ini urusan profesionalisme kerja, ada kondite yang perlu ditunjukkan, terlepas ada uang lembur yang lumayan besar.
Tetapi aneh buat saya. Perusahaan vendor seluler sebesar Telkomsel justru bersikap kurang profesional. Di akhir pekan sebelum Lebaran kemarin, sekitar 60 persen pesan SMS Premium macet, tak bisa terkirim ke pengguna akhir. Padahal urusan setoran pendapatan dari content provider (CP) harus lancar, harus penuh sesuai perjanjian, tak peduli ada masalah atau tidak.
Jika ada masalah seperti itu biasanya CP berusaha menghubungi content manager di Telkomsel. Jawabannya hampir seragam. "Mohon maaf pak, orang-orang IT kita terbatas dan sekarang sedang mencari penyebabnya."
Namun selalu saja masalah koneksi (pesan tidak bisa dikirim ke ponsel konsumen) selalu terjadi. Sebab masalah biasanya terbatasnya tenaga IT mereka. Padahal untuk perusahaan sebesar Telkomsel memperbesar anggaran gaji untuk menambah tenaga IT rasanya tidak terlalu memberatkan. Atau setidaknya mereka bisa menambah tenaga troubleshooting yang stand-by di malam akhir pekan atau saat libur. Kontinyu dengan sistem shift dan rotasi.
Konsumen dan CP tentu saja bisa berpikir yang tidak-tidak jika Telkomsel bekerja kurang responsif terhadap masalah. Apalagi perusahaan dengan konsumen terbesar di Indonesia itu sekarang sudah punya layanan premium sendiri baik untuk informasi sepakbola maupun umum.
Seringnya masalah seperti ini tentu tak baik di mata klien dan konsumen. Semoga Telkomsel mau mendengar keluhan ini.