Friday, January 13, 2006
Bakso atau Tikus?
Isu makanan beracun masih jadi topik pembicaraan masyarakat di Jakarta. Mie, tahu dan ikan asin mengandung formalin belum juga selesai, muncul bakso tikus. Pemicu isu ini adalah media televisi dan itu memang salah satu tugas media, mencerahkan masyarakat.

Tetapi, televisi pasti tidak pernah menyangka bahwa reaksi dan pengaruh bagi para produsen dan pedagang mie, tahu, ikan asin dan bakso sangat hebat. Omset penjualan mereka menurun seperti air terjun tanpa hambatan.

Minggu lalu, gw ngobrol dengan sobat baru yang profesinya pedagang bakso. Dia sudah mengeluh dagangannya sepi dari pembeli. Isu yang paling mempengaruhi usahanya adalah bakso tikus. Dia mengutip komentar pelanggannya yang percaya tak ada unsur formalin di bakso sang teman, tetapi dia sudah jijik dulu begitu ingin makan bakso.

Tayangan tv mengenai bakso tikus, lengkap dengan gambar perburuan dan pemotongan tikus, membuat alam pikir orang terkontaminasi sehingga enggan makan bakso lagi. Hal ini pun memaksa Asosiasi Pedagang Bakso dan Daging Sapi se-DKI Jakarta melakukan demo ke Trans TV, salah satu stasiun tv yang gencar menayangkan berita itu -- bahkan pernah diulang hingga dua atau tiga kali dalam seminggu.

Guna meredakan kepanikan dan juga sebagai bentuk tanggung jawab, Trans pun mengadakan acara makan bakso bersama di pasar Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Tapi gerakan positif itu juga akan terjadi di Jogyakarta, tetapi ini adalah makan mie gratis yang dilakukan oleh Asosiasi Pedagang Mie Ayam Jogyakarta.

Gw pribadi akan tetap makan bakso, tahu, ikan asin atau ikan laut lainnya. Isu seperti ini sudah sering muncul di waktu-waktu lain. Jadi no problem....santap terus dan tulisan ini pun dibuat seusai makan mie ayam di ujung gang deket kantor.
 
posted by Hedi @ 9:40 PM | Permalink |


0 Comments: